Sambut 2024, Bareksa Prioritas Ajak Investor Optimistis Tapi Tetap Hati-Hati dalam Investasi

Hanum Kusuma Dewi • 12 Dec 2023

an image
Ilustrasi pasar saham dan obligasi menyambut tahun 2024. (Shutterstock)

Reksa dana saham dapat diuntungkan dari kondisi ekonomi yang membaik dengan tingkat suku bunga acuan yang diperkirakan sudah mencapai puncaknya

Bareksa.com - Kondisi pasar dan ekonomi global maupun domestik sepanjang tahun 2023 banyak mengalami gejolak dan kejutan. Diawali dengan kejatuhan bank-bank regional di AS dan Swiss pada kuartal pertama merespon tekanan kenaikan suku bunga yang signifikan oleh bank sentral secara global. 

Memasuki kuartal kedua ekspektasi resesi menguat meskipun akhirnya terbantahkan dengan kondisi ekonomi yang justru menunjukkan perbaikan. Di kuartal ketiga, keputusan OPEC+ untuk memangkas produksi minyak secara mengejutkan kembali mendorong harga minyak dan inflasi, yang menahan ekspektasi siklus kenaikan suku bunga akan berhenti. Hingga akhirnya isu geopolitik melalui perang Hamas dengan Israel turut mendorong kekhawatiran akan adanya tekanan terhadap inflasi dan kestabilan ekonomi global, meskipun pada akhirnya tidak terjadi pada kuartal keempat. 

Kemudian, muncul isu politik domestik jelang pendaftaran hingga masa kampanye untuk pemilihan presiden (pilpres)  tahun 2024 yang ikut mewarnai pasar saham domestik. Dengan berbagai isu dan masalah yang ada, pertumbuhan ekonomi domestik masih di kisaran 5% dan pasar saham domestik terbukti masih dapat mencatatkan kenaikan +4,5% YTD (per 7 Desember 2023). Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi Indonesia di tahun 2023 terbukti cukup kuat dan tahan terhadap berbagai tekanan dan gejolak yang terjadi. 

Menyambut tahun 2024, pasar dan kondisi ekonomi berpeluang untuk menjadi lebih baik karena suku bunga acuan berpotensi turun seiring meredanya inflasi dan turunnya harga komoditas, serta pelaksanaan pemilu diharapkan dapat menjadi catalyst pertumbuhan ekonomi lebih meningkat. Mempertimbangkan kondisi tersebut, Bareksa Prioritas mengajak investor High Net-Worth Individuals (HNWI) untuk tetap optimistis dalam berinvestasi tetapi harus berhati-hati memilih produk sesuai profil dan tujuan keuangan. 

Dalam APBN 2024, pemerintah Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%, lebih tinggi dari pertumbuhan pada tahun ini. Sementara itu, lembaga internasional seperti IMF memperkirakan bahwa ekonomi Indonesia bisa tumbuh hingga 5,0% pada tahun 2024. Angka tersebut, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi  pertumbuhan ekonomi global oleh IMF yang hanya 2,9%. 

Head of Investment Bareksa Christian Halim menilai ekonomi global masih dibayangi tekanan inflasi dan potensi pemangkasan suku bunga yang lebih lama dari yang diharapkan  di tahun depan. Dalam konteks yang sama, perhatian khusus diberikan kepada faktor geopolitik yang memiliki kecenderungan menciptakan kejutan yang berdampak pada ekonomi global.

"Perlambatan ekonomi global yang dipengaruhi oleh suku bunga tinggi menjadi risiko yang berat pada saat ini. Namun, tekanan suku bunga acuan bank sentral AS semakin mereda pada 2024 seiring makin landainya inflasi AS. Ekonomi Indonesia diperkirakan lebih stabil dengan inflasi yang terjaga di kisaran 2% - 4%. Harga minyak yang turun di bawah US$70 merupakan angin segar bagi pemerintah dan masyarakat karena beban subsidi BBM berkurang dan harga barang pokok lebih terjaga," jelas Christian. 

Sementara itu, pemilihan umum termasuk pilpres 2024 menjadi salah satu sentimen penggerak pasar modal, meski bukan faktor utama. Penyelenggaraan pemilu yang damai dan situasi politik yang aman akan menambah kepercayaan investor untuk menaruh dana di pasar modal Indonesia. Terlebih tidak hanya Indonesia, sejumlah negara lain di dunia juga akan melaksanakan pesta demokrasi pada tahun depan, termasuk AS.

Senada, Chief Investment Officer Jagartha Advisors Erik Argasetya memandang positif ekonomi Indonesia ke depan, yang menurut prediksi World Bank dapat bertumbuh 5,0%. Kondisi itu bisa mendorong pasar saham Indonesia berpotensi menguat lagi, mempertimbangkan valuasi saat ini yang terbilang masih murah, dibandingkan bursa negara tetangga. Apalagi, kinerja emiten-emiten di IHSG mencatat pertumbuhan laba dan imbal hasil dividen yang kuat.

"Pasar saham Indonesia menunjukkan posisi yang kuat dan berpotensi tumbuh dengan dukungan pertumbuhan laba emiten dan makroekonomi. Ini bisa jadi peluang bagi investor untuk masuk ke kelas aset saham Indonesia. Penguatan aset saham juga berpotensi dapat berlanjut di tahun 2024 menjelang diadakannya Pemilu. Jika sesuai ekspektasi kami memproyeksikan IHSG setidaknya dapat mencapai level 8.000," ujar Erik. 

Akan tetapi Erik mengingatkan soal tingginya risiko pasar terhadap suku bunga global. Jika tahun depan besaran pemangkasan suku bunga tidak sesuai ekspektasi pasar maka bisa menjadi bumerang bagi pasar modal Indonesia. 

Oleh karena itu, Chief Executive Officer Bareksa Prioritas Ricky Rachmatulloh mengatakan reksa dana indeks maupun saham bisa menjadi pilihan investasi di 2024, terutama bagi investor agresif dan bertujuan jangka panjang. Terlebih momentum ketika tahun pemilu, bisa dimanfaatkan oleh investor untuk masuk ke pasar saham.

Sementara itu, reksa dana pendapatan tetap berbasis obligasi negara juga dapat diuntungkan dari suku bunga acuan yang sudah mencapai tren puncaknya. Saat tingkat suku bunga berpotensi turun, yield acuan juga akan ikut menurun sehingga dapat memperbaiki nilai obligasi menjadi lebih baik lagi pada reksa dana pendapatan tetap. 

Dalam jangka pendek investor dapat mempertimbangkan melakukan diversifikasi ke reksa dana pasar uang yang likuid dan reksa dana obligasi korporasi yang stabil mengingat IHSG berada di level resistance saat ini di angka 7.100 sehingga dalam jangka pendek berisiko terkena aksi take profit. Selain itu, investor dapat memanfaatkan instrumen reksa dana pasar uang dan pasar obligasi korporasi sebagai strategi taktikal untuk memarkirkan dananya sembari menunggu momen yang baik untuk masuk ke pasar saham.

Selain itu, para nasabah yang sudah membeli reksa dana obligasi pemerintah ketika yield SBN berada di puncak pada akhir Oktober lalu, saat ini sedang menikmati unrealized gain kurang lebih 3-4% sehingga rawan dijual untuk profit taking. "Kembali lagi, investor harus menyesuaikan jenis reksa dana dengan profil risiko dan tujuan investasi masing-masing," kata Ricky.

Tabel Kinerja Reksadana Rekomendasi Bareksa Prioritas 

Reksadana Indeks & Saham

Return

AUM 

(miliar Rp)

YTD

1 Tahun

Syailendra MSCI Indonesia Value Index Fund Kelas A

4,67%

9,58%

885,33

BNP Paribas Ekuitas

2,87%

2,23%

1.086,27

Reksadana Obligasi 

YTD

1 Tahun

AUM 

(miliar Rp)

Trimegah Fixed Income Plan**

5,13%

5,53%

4.594,33

STAR Stable Income Fund

6,63%

7,13%

3.132,20

Reksadana Pasar Uang

YTD

1 Tahun

AUM 

(miliar Rp)

Syailendra Dana Kas

3,87%

4,15%

3.064,50

Trimegah Kas Syariah

4,05%

4,32%

432,70

Danareksa Seruni Pasar Uang III

3,87%

4,12%

1.046,36

 Sumber: Tim Analis Bareksa Prioritas, Return NAV per 7 Desember 2023

**Return sudah termasuk dividen tunai yang dibagikan

(hm)

***

Ingin berinvestasi aman di emas dan reksadana secara online yang diawasi OJK?

- Daftar jadi nasabah, klik tautan ini
- Beli reksadana, klik tautan ini
- Beli emas, klik tautan ini
- Download aplikasi reksadana Bareksa di App Store​
- Download aplikasi reksadana Bareksa di Google Playstore
- Belajar reksadana, klik untuk gabung Komunitas Bareksa di Facebook. GRATIS

DISCLAIMER

Kinerja masa lalu tidak mencerminkan kinerja di masa mendatang. Investasi reksadana mengandung risiko. Investor wajib membaca dan memahami prospektus dan fund fact sheet dalam berinvestasi reksadana.